Gak Perlu Stres, ini Cara Petualang Hadapi Pandemi Corona

Gak Perlu Stres, ini Cara Petualang Hadapi Pandemi Corona

Hampir setiap hari rasanya notifikasi Whatsapp berbunyi dan isinya adalah pesan tentang opini bisnis akibat pandemi Covid-19. Narasinya berbeda satu sama lain, namun intinya tetap sama, yaitu industri apa yang bakal naik daun dan industri apa yang babak belur akibat pandemi.

Dan lagi-lagi, pariwisata termasuk dalam industri yang babak belur. Ibarat petinju, dia sudah TKO dan harus digotong ke luar ring untuk selanjutnya dibawa ambulans ke UGD.

Ngeri? Memang! Tapi itulah faktanya. Lantas, bagaimana para pegiat pariwisata khususnya wisata menyikapi kondisi ini? Agenda perjalanan tertunda, taman nasional ditutup, tempat wisata pun tak beroperasi.

Kami mengobrol dengan Dra. Ami Kadarharutami MD., M Psi, psikolog yang juga gemar jalan-jalan dan bertualang. Selain sibuk dengan profesinya, Mbak Ami (sapaan akrabnya) ternyata sudah mengoleksi banyak petualangan seru. Pernah mendaki Himalaya, Kilimanjaro dan jadi pendamping psikologi tim 7 Summit Wanadri. Gak puas cuma naik gunung, Mbak Ami juga aktif beberapa kali menjadi trainer, psikolog pendamping dan juri untuk Miss Scuba Indonesia serta beberapa kegiatan rafting lho!

Dra. Ami Kadarharutami MD., M Psi

Kondisi yang berubah cepat dan membuat para petualang harus #dirumahaja apakah akan mempengaruhi kesehatan mental?

Di balik aturan #dirumahaja, sebenarnya ada beberapa stressor (penyebab stress) yang akan mempengaruhi kondisi psikologis atau mental seseorang. Pertama adalah Perubahan rutinitas. Yang biasanya bebas bertualang ke mana saja kini harus berdiam diri. Semua perubahan mendadak pasti membuat ketidaknyamanan.

Kedua, Ancaman dari penyakit. Dengan banyaknya informasi, kita jadi paranoid. Kita juga kehilangan trust dengan orang sekitar karena takut dia akan menularkan virus.

Ketiga, ketidakpastian ekonomi. Penghasilan yang berkurang atau bahkan hilang, tentu saja membuat orang menjadi amat gamang. Banyak orang menjadi tidak pasti dan kehilangan harapan hidup.

Bagaimana para pegiat alam bebas sebaiknya menyikapi ini? Apalagi belum ada kepastian kapan wabah ini akan berakhir.

Kita perlu membuatnya menjadi lebih pasti meski kepastian yang didapat itu hanya sedikit lebih pasti saja. Caranya adalah dengan melihat lebih jelas fakta yang ada di hadapan kita.

Dalam ilmu psikologi dikenal istilah mindfulness, yaitu suatu kemampuan manusia untuk benar-benar hadir (be fully present). Sadar dimana kita berada dan apa yang dilakukan, sehingga tidak lebay (overly reactive)

Melihat kembali apa yang ada di hadapan kita, lingkungan terdekat kita dan tindakan apa yang sebenarnya bisa dilakukan saat ini. Cara ini bisa menghadirkan kepastian di tengah ketidak-pastian.

Buat para adventure enthusiast, hal positif apa aja sih yang bisa dilakukan selama #dirumahaja biar gak bete?

Situasi #dirumahaja tentu membuat para adventure enthusiast jadi mati gaya. Sebab, jangankan ke gunung, ke laut, ke sungai atau main di tebing. Keluar rumah saja dianjurkan untuk tidak dilakukan.

Sebenarnya amat banyak kegiatan yang bisa menggantikan, tetapi kebanyakan tentu bukan pergi ke alam seperti biasa.

Agar tidak bete, ada baiknya teman-teman adventure enthusiast mengubah cara berfikirnya.

Misalnya selama ini alam memberi kita banyak kebahagiaan, teman, pengalaman seru, ilmu, kesempatan kerja, dan sebagainya. Jadi saat #dirumahaja, mungkin ini saat yang tepat untuk ‘memberi’ sesuatu pada alam.

Ini bisa jadi kegiatan apapun dan bersama siapapun. Mulai dari mengunggah foto tentang alam agar orang sadar keindahannya, membuat kampanye konservasi, mengenalkan kegiatan alam pada anak atau sekitar, mempelajari hal baru untuk bergiat di alam, beli gear baru agar nanti bisa zero waste adventure, belajar mengolah limbah menjadi kompos dan masih banyak lagi kegiatan yang menarik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *